Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) akan menelusuri besaran surat utang milik Dubai World yang kemungkinan dipegang perbankan Indonesia sehingga bisa diperhitungkan dampaknya. "Kami masih menelusuri apakah ada yang dipegang oleh industri perbankan di Indonesia dan berapa besarnya. Kami yakin tak berpengaruh terhadap kita," kata Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah di sela Seminar Prospek Industri Keuangan dan Perbankan Tahun 2010 di Jakarta, Senin.

Menurut Halim, BI baru mengumpulkan informasi-informasi terkait kasus gagal bayar Dubai World ini karena belum jelas berapa nilainya.

Bahkan dia memperkirakan gagal bayar Dubai World ini akan berdampak besar di Malaysia, pasalnya peredaran sukuk terbesar di dunia terjadi di Malaysia. "Dua pertiga peredaran sukuk dunia itu di Kuala Lumpur," katanya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Persatuan Perbankan Indonesia (Perbanas) Sigit Pramono di tempat yang sama.

Once you begin to move beyond basic background information, you begin to realize that there's more to tech than you may have first thought.

"Saya berharap persoalan ini (Dubai World) agak terosolasi, tidak merambat seperti kasus "subprime" di AS," kata Sigid.

Ketua Perbanas ini yakin Indonesia tidak akan mengalami dampak langsung. "Barangkali investasi di AS dan sekitar agak berpengaruh dan dampak langsung ke Indonesia saya pikir tidak ada," katanya.

Dalam berita sebelumnya konsorsium Dubai World mengalami gagal bayar atas utang-utangnya sehingga meminta penangguhan pembayaran utang pokok (standstill) hingga enam bulan kepada para kreditor mancanegara.

Konsorsium Dubai World sebagai pengelola pembangunan Dubai meminta para kreditor untuk bersabar menerima pembayaran utang hingga Mei 2010.

Utang pokok yang harus ditanggung Dubai World senilai 60 miliar dolar AS, bila termasuk bunga, beban yang harus ditanggung grup perusahaan dukungan pemerintah itu menjadi sekitar 80 miliar dolar AS.
(*)